- Published on
Dari Down Server ke Reformasi: Kisah Coretax yang Bikin Sri Mulyani Disorot di X
- Authors

- Name
- Alat Pajak Team
- @AlatPajakid

Sri Mulyani dan Mimpi Besar Reformasi Pajak Indonesia
Tahun 2018, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menandatangani Perpres No.40/2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan. Visinya ambisius: transformasi total sistem perpajakan Indonesia dari manual-birokratis menjadi digital-efisien.
Coretax (Core Tax Administration System) adalah jantung dari reformasi ini—sistem terintegrasi yang menggabungkan 20 sub-aplikasi perpajakan lama jadi satu platform modern. Target akhir: naikkan rasio pajak dari 10% ke 12% dan tambah penerimaan negara Rp1.500 triliun per tahun.
Tapi sejak diluncurkan 1 Januari 2025, Coretax malah jadi trending topic di X (Twitter) dengan hashtag negatif: #CoretaxGagal, #CoretaxError, #SriMulyaniDimanaKamu.
Artikel ini kupas perjalanan Coretax dari ide cemerlang sampai implementasi bermasalah, kritik yang muncul, dan apakah masih ada harapan reformasi pajak ini sukses.
Sejarah Coretax: Dari Ide 2016 Sampai Implementasi 2025
2016: Tim Reformasi Perpajakan Dibentuk
Saat Sri Mulyani kembali jadi Menkeu (periode kedua), dia bentuk Tim Reformasi Perpajakan dengan mandat besar: benahi sistem pajak yang udah usang sejak era 2000-an.
Masalahnya apa?
- Sistem Informasi DJP berusia 15+ tahun, tidak kompatibel dengan teknologi baru
- 20 aplikasi terpisah (e-Filing, e-Faktur, e-Billing, dll) tidak terintegrasi
- Proses manual masih dominan, rawan korupsi dan lambat
- Data wajib pajak tidak real-time, sulit audit
Sri Mulyani dalam rapat pimpinan DJP 2018 menelepon langsung menteri lain untuk minta dukungan pembangunan Core Tax System. Beliau menekankan: "Ini harus dikerjakan bersih dari korupsi dan konflik kepentingan."
2018-2020: Tender dan Kontrak Vendor
Proyek Coretax masuk fase tender. PwC Indonesia jadi agen pengadaan. Hasilnya:
- LG CNS (Korea) + Qualysoft Consortium: Menang tender sebagai system integrator, nilai kontrak Rp1,22 triliun (+ PPN = Rp1,3 triliun)
- PT Deloitte Consulting: Konsultan project management, nilai kontrak Rp110,3 miliar
Tender ini sempat disorot karena vendor utama adalah perusahaan asing—banyak yang bertanya: kenapa tidak pakai vendor lokal?
2021-2024: Pembangunan Sistem (4 Tahun)
Pembangunan Coretax dimulai Januari 2021 dengan skema multiyears (DIPA 2020-2024). Proses ini seharusnya meliputi:
- Desain arsitektur sistem
- Development & coding
- Testing & quality assurance
- Training SDM DJP
- Migrasi data dari sistem lama
Tapi praktiknya... testing tidak maksimal. Banyak wajib pajak yang jadi "beta tester" saat sistem diluncurkan.
1 Januari 2025: Implementasi Resmi—Dan Chaos Dimulai
Coretax resmi diluncurkan. Semua wajib pajak wajib pakai sistem baru. Sistem lama (e-Filing, e-Form, dll) dimatikan.
Hasilnya? Bencana massal:
- Server down hari pertama
- Login gagal terus-terusan
- NPWP WNA tidak bisa terdaftar
- Data PKP hilang
- Faktur pajak error
Media sosial meledak dengan keluhan. DJP kewalahan handle complaint. DPR turun tangan minta evaluasi.
Kritik Tajam dari Berbagai Pihak
1. Wajib Pajak di X (Twitter): "Sistem Triliunan yang Error Terus"
Analisis sentiment terhadap 15.527 tweet tentang Coretax (Januari-Maret 2025) menunjukkan:
- Sentimen negatif dominan (lebih dari 60%)
- Keyword paling sering: "error", "down", "gagal login", "frustasi"
- Keluhan puncak: hari Kamis (peak hours laporan pajak)
Cuitan viral seperti:
- "Coretax error mulu, kayak nggak ada ujungnya"
- "Udah 5 bulan, tetap error juga"
- "Anggaran Rp1,3 triliun untuk apa? Buat bikin rakyat stress?"
2. DPR: "Evaluasi Total dan Pertanggungjawaban"
Komisi XI DPR RI menggelar rapat evaluasi dengan DJP dan Kemenkeu. Sorotan utama:
- Kenapa sistem diluncurkan padahal belum siap?
- Apakah ada pemborosan anggaran?
- Siapa yang bertanggung jawab atas kerugian wajib pajak?
DPR bahkan mempertimbangkan moratorium (jeda) implementasi sampai sistem benar-benar stabil. Tapi DJP menolak karena sistem lama udah dimatikan—tidak ada jalan mundur.
3. KPK: "Potensi Korupsi dan Markup Harga"
KPK masuk mengawasi proyek ini karena nilai kontrak yang fantastis. Pertanyaannya:
- Apakah Rp1,3 triliun harga wajar untuk sistem seperti ini?
- Kenapa vendor asing yang dapat kontrak, bukan lokal?
- Apakah ada conflict of interest dalam proses tender?
Sampai November 2025, KPK masih investigasi dan belum ada hasil final.
4. Akademisi dan Pakar IT: "Testing Tidak Memadai"
Penelitian dari berbagai universitas (UI, Unpar, dll) menyimpulkan:
- Implementasi terlalu terburu-buru—testing hanya 6 bulan, seharusnya minimal 1-2 tahun
- Tidak ada pilot project—seharusnya dicoba dulu di beberapa KPP, baru rollout nasional
- User experience (UX) buruk—desain antarmuka tidak ramah pengguna pemula
- Kurang sosialisasi—wajib pajak tidak dilatih secara masif sebelum implementasi
Tanggapan Sri Mulyani dan DJP
Sri Mulyani: "Reformasi Memang Tidak Mudah, Tapi Harus Dilakukan"
Dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Prabowo (April 2025), Sri Mulyani membela Coretax:
"Reformasi perpajakan ini tidak hanya memperbaiki sistem, tapi juga secara langsung mampu mengurangi tekanan dari kebijakan tarif luar negeri."
Beliau menekankan bahwa perbaikan sistem berjalan terus:
- Restitusi di bawah Rp100 juta: Tidak perlu pemeriksaan lagi (otomatis)
- Waktu pemeriksaan pajak: Dipangkas dari 12 bulan jadi 6 bulan
- Transfer pricing: Dari 2 tahun jadi 10 bulan
Tapi... semua perbaikan ini tertunda karena sistem Coretax sendiri masih bermasalah.
DJP: "Kami Terus Memperbaiki Sistem"
DJP merilis pengumuman berkali-kali:
- Permintaan maaf atas gangguan sistem
- Komitmen perbaikan infrastruktur (bandwidth, server)
- Identifikasi 22 kendala utama dan solusinya
Tapi nyatanya, error masih terus terjadi hingga Juli 2025—hampir 7 bulan pasca-implementasi.
Kesimpulan: Reformasi Pajak Harus Terus, Tapi dengan Cara yang Benar
Tiga poin kunci:
1. Coretax adalah ide bagus, tapi implementasinya buruk—sistem diluncurkan terlalu cepat tanpa testing memadai.
2. Sri Mulyani dan DJP harus bertanggung jawab—bukan cuma minta maaf, tapi kasih kompensasi konkret ke wajib pajak yang dirugikan.
3. Reformasi pajak harus terus, tapi dengan pendekatan yang lebih humanis—dengar suara rakyat, jangan paksa sistem yang belum siap.
Indonesia butuh sistem pajak modern. Tapi jangan sampai reformasi malah bikin rakyat menderita. Coretax harus jadi pelajaran: kecepatan bukan segalanya, kualitas dan kesiapan lebih penting.