- Published on
Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah: Panduan Lengkap PMK 72 Tahun 2025
- Authors

- Name
- Alat Pajak Team
- @AlatPajakid
Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah: Panduan Lengkap
PMK 72 Tahun 2025
Pemerintah kembali memberikan kabar gembira bagi para pekerja dan pengusaha. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2025 yang ditetapkan pada 20 Oktober 2025 dan berlaku mulai 28 Oktober 2025, insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (PPh Pasal 21 DTP) diperluas ke sektor pariwisata. Jika sebelumnya hanya beberapa sektor padat karya yang mendapat keuntungan ini, kini pekerja di hotel, restoran, spa, karaoke, dan berbagai usaha pariwisata lainnya bisa merasakan manfaatnya.
Apa yang dimaksud dengan insentif ini? Bagaimana cara memanfaatkannya? Siapa sajakah yang berhak mendapatkannya? Mari kita bahas secara mendalam dan menyenangkan.
Apa Itu PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP)?
Secara sederhana, PPh Pasal 21 DTP adalah kebijakan pemerintah yang menanggung pembayaran pajak penghasilan pegawai. Artinya, pegawai yang memenuhi kriteria tertentu tidak perlu lagi membayar PPh Pasal 21 dari gajinya karena negara yang akan membayarnya.
Hasil akhirnya? Gaji pegawai yang diterima menjadi utuh tanpa potongan pajak. Jika sebelumnya seorang karyawan dengan gaji Rp10 juta per bulan harus membayar pajak sekitar Rp226.250 setiap bulannya, kini dia bisa menerima gaji penuh Rp10 juta tanpa potongan pajak itu. Uang yang biasanya diambil negara malah dibayarkan langsung oleh pemerintah kepada pemberi kerja untuk diberikan kepada pegawai dalam bentuk tunai.
Sektor-Sektor Penerima Insentif
Berdasarkan PMK 72/2025, insentif PPh Pasal 21 DTP kini berlaku untuk lima bidang industri utama:
Sektor Padat Karya (Berlaku Januari-Desember 2025)
- Industri Alas Kaki - termasuk sepatu olahraga, sepatu teknik, dan alas kaki untuk keperluan sehari-hari
- Industri Tekstil dan Pakaian Jadi - mencakup persiapan serat, pemintalan benang, pertenunan, konveksi, batik, dan rajutan
- Industri Furnitur - dari kayu, rotan, bambu, plastik, dan logam
- Industri Kulit dan Barang dari Kulit - pengawetan kulit, penyamakan, serta produk jadi dari kulit seperti tas, dompet, dan aksesori
Sektor Pariwisata (Berlaku Oktober-Desember 2025)
Pemerintah mengidentifikasi sebanyak 77 Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) di sektor pariwisata. Beberapa di antaranya mencakup:
- Akomodasi: Hotel bintang, hotel melati, pondok wisata, vila, apartemen hotel, youth hostel, bumi perkemahan, dan persinggahan karavan
- Transportasi Wisata: Angkutan darat wisata, angkutan laut dalam negeri untuk wisata, dan angkutan laut luar negeri untuk wisata
- Makanan dan Minuman: Restoran, rumah/warung makan, kedai makanan, jasa boga untuk event tertentu, bar, kelab malam, diskotek, rumah minum, dan kafe
- Hiburan dan Rekreasi: Spa, karaoke, tempat pijat, dan venue penyelenggaraan acara MICE (meetings, incentives, conventions, dan exhibitions)
- Kawasan Pariwisata: Penyelenggaraan dan pengurusan kawasan wisata
Angkutan darat wisata dengan kode KLU 49425, hotel bintang 55110, restoran 56101, bar 56301, kafe 56303, dan kawasan pariwisata 68120 adalah beberapa contoh KLU yang tercantum dalam lampiran PMK 72/2025.
Kriteria dan Syarat Penerima Insentif
Untuk memanfaatkan insentif ini, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, baik oleh pemberi kerja maupun pegawai.
Syarat Pemberi Kerja
Perusahaan yang ingin memberikan insentif ini kepada karyawannya harus memenuhi dua persyaratan utama:
Melakukan Kegiatan Usaha di Sektor yang Ditentukan - Pemberi kerja harus bergerak di salah satu dari lima sektor industri yang disebutkan di atas.
Memiliki Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang Tepat - Lebih penting lagi, KLU utama perusahaan harus tercantum dalam Lampiran A PMK 72/2025 dan tercatat dalam basis data administrasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Poin kedua ini sangat penting. Jika perusahaan terdaftar dengan KLU yang salah di sistem DJP, meskipun usahanya memang di bidang yang ditentukan, perusahaan tidak bisa memanfaatkan insentif ini. Oleh karena itu, pastikan KLU yang terdaftar sudah benar.
Syarat Pegawai Tetap Tertentu
Pegawai tetap yang ingin mendapat insentif ini harus memenuhi tiga kriteria:
Memiliki NPWP dan/atau NIK yang telah didaftarkan dan terintegrasi dengan sistem administrasi DJP
Menerima Penghasilan Bruto Maksimal Rp10 Juta per Bulan - Penghasilan yang dimaksud adalah penghasilan tetap dan teratur, mencakup gaji pokok, tunjangan tetap, dan natura yang bersifat rutin. Bonus, THR, insentif lembur, dan tunjangan insidental lainnya TIDAK menggugurkan hak atas insentif ini.
Tidak Menerima Insentif PPh Pasal 21 DTP Lainnya - Pegawai tidak boleh menerima insentif PPh 21 DTP dari regulasi lain berdasarkan peraturan perpajakan yang berbeda.
Catatan Penting: Penghasilan yang dijadikan acuan adalah yang tertera dalam kontrak kerja atau perjanjian kerja bersama, bukan gaji yang dibayarkan pada bulan tertentu. Contohnya, jika di awal kontrak tertulis gaji Rp9,5 juta, pegawai tetap berhak atas insentif sepanjang tahun 2025 meskipun suatu bulan gajinya naik menjadi Rp11 juta. Namun, jika sejak awal kontrak sudah tertulis Rp11 juta, pegawai tidak memenuhi syarat.
Syarat Pegawai Tidak Tetap Tertentu
Pegawai tidak tetap (seperti pegawai kontrak harian atau mingguan) juga bisa mendapat insentif ini, asalkan memenuhi kriteria:
Memiliki NPWP dan/atau NIK yang terintegrasi dengan sistem DJP
Penghasilan Bruto per Hari atau per Periode Pembayaran Tidak Lebih dari Rp500.000 per Hari atau Rp10 Juta per Bulan - Batasan ini disesuaikan dengan pola pembayaran pegawai tidak tetap.
Tidak Menerima Insentif PPh Pasal 21 DTP Lainnya
Apa perbedaan antara pegawai tetap dan tidak tetap dalam hal insentif ini? Terutama terletak pada fleksibilitas perhitungan dan periode penerimaan. Pegawai tetap mendapat perlakuan khusus untuk pengembalian kelebihan pajak tertentu (khusus sektor pariwisata), sementara pegawai tidak tetap mengikuti aturan yang lebih ketat.
Jangka Waktu Pemberian Insentif
Jangka waktu insentif berbeda-beda tergantung sektor:
Untuk Sektor Padat Karya (Alas Kaki, Tekstil, Furnitur, Kulit)
- Mulai: Masa Pajak Januari 2025
- Berakhir: Masa Pajak Desember 2025
- Durasi: Sepanjang tahun 2025
Untuk Sektor Pariwisata
- Mulai: Masa Pajak Oktober 2025
- Berakhir: Masa Pajak Desember 2025
- Durasi: Tiga bulan terakhir tahun 2025
Kenapa sektor pariwisata mendapat periode yang lebih pendek? Ini adalah bagian dari paket stimulus akhir tahun pemerintah untuk meringankan beban pajak para pekerja sekaligus mendorong daya beli menjelang akhir tahun dan liburan.
Mekanisme Pemberian Insentif
Lantas, bagaimana praktiknya? Berikut adalah mekanisme pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP:
Pembayaran Tunai oleh Pemberi Kerja
Pemerintah menetapkan bahwa insentif PPh Pasal 21 DTP harus dibayarkan secara tunai oleh pemberi kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada pegawai. Tidak boleh dipotong dari gaji pegawai.
Contoh: Jika gaji pegawai Rp9 juta per bulan dan pajak yang seharusnya dipotong adalah Rp200.000, pemberi kerja membayarkan kepada pegawai gaji penuh Rp9 juta (tidak dipotong). Kemudian, pemberi kerja menyerahkan tambahan uang tunai sejumlah Rp200.000 sebagai insentif PPh 21 DTP yang ditanggung pemerintah.
Tidak Dihitung sebagai Penghasilan Kena Pajak
Uang insentif PPh Pasal 21 DTP yang diterima pegawai tidak dihitung sebagai penghasilan yang dikenakan pajak lagi untuk pegawai bersangkutan. Jadi, tidak ada perpajakan berlapis.
Pembuatan Bukti Potong
Atas pemberian insentif ini, pemberi kerja wajib membuat bukti pemotongan (bukti potong) sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Bukti potong dibuat melalui aplikasi e-Bupot yang terintegrasi dengan sistem administrasi DJP dan harus ditandatangani dengan tanda tangan elektronik.
Bukti potong ini berfungsi sebagai dokumentasi bahwa PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai telah ditanggung pemerintah dan menjadi bagian dari pelaporan pajak.
Contoh Perhitungan Praktis
Mari kita lihat contoh konkret untuk memahami lebih baik:
Skenario 1: Pegawai Tetap di Industri Alas Kaki
Data Pegawai:
- Nama: Arie Wiratmaja
- Status: Pegawai tetap
- Industri: Industri sepatu olahraga (KLU 15202) (memenuhi)
- Gaji bulanan (kontrak): Rp9.000.000
- Tunjangan tetap: Rp1.000.000
- Total penghasilan bruto: Rp10.000.000 (memenuhi) (kurang dari Rp10 juta)
- Status marital: Menikah, 0 tanggungan (K/0)
- Memiliki NPWP: Ya (memenuhi)
Persiapan Perhitungan:
- Penghasilan bruto setahun: 12 x Rp10.000.000 = Rp120.000.000
- Biaya jabatan (5%): 5% x Rp120.000.000 = Rp6.000.000
- Penghasilan neto: Rp120.000.000 - Rp6.000.000 = Rp114.000.000
- PTKP (K/0): Rp58.500.000
- Penghasilan kena pajak: Rp114.000.000 - Rp58.500.000 = Rp55.500.000
Perhitungan PPh Pasal 21 Terutang:
- PPh 5% x Rp55.500.000 = Rp2.775.000 (setahun)
- PPh per bulan: Rp2.775.000 / 12 = Rp231.250
Kesimpulan: Setiap bulan, Arie menerima gaji Rp10.000.000 tanpa potongan pajak, dan pemberi kerja menyerahkan tambahan Rp231.250 sebagai PPh Pasal 21 DTP.
Skenario 2: Pegawai di Hotel Bintang (Sektor Pariwisata)
Data Pegawai:
- Nama: Sinta Utami
- Status: Pegawai tetap housekeeping
- Industri: Hotel bintang (KLU 55110) (memenuhi)
- Gaji bulanan (kontrak): Rp8.500.000 (memenuhi) (kurang dari Rp10 juta)
- Memiliki NIK dan NPWP: Ya (memenuhi)
- Periode: Oktober, November, Desember 2025
Perhitungan PPh Pasal 21 Terutang: Dengan menggunakan contoh sederhana, jika PPh terutang per bulan adalah Rp180.000, maka:
- Oktober 2025: Gaji Rp8.500.000 + insentif PPh Rp180.000 (tunai)
- November 2025: Gaji Rp8.500.000 + insentif PPh Rp180.000 (tunai)
- Desember 2025: Gaji Rp8.500.000 + insentif PPh Rp180.000 (tunai) + bonus THR (tidak menggugurkan insentif) (memenuhi)
Kesimpulan: Sinta menerima manfaat insentif PPh 21 DTP selama tiga bulan menjelang akhir tahun.
Penanganan Lebih Bayar (Overpayment)
Pertanyaan yang sering muncul: Bagaimana jika total PPh 21 DTP yang dibayarkan selama setahun lebih besar dari PPh 21 yang sebenarnya terutang?
Aturan Umum (Sektor Padat Karya dan Pariwisata)
Untuk pegawai tetap tertentu, jika jumlah PPh Pasal 21 DTP yang telah dipotong lebih besar dari pajak terutang dalam satu tahun pajak, kelebihan PPh Pasal 21 DTP tidak dikembalikan kepada pegawai.
Uang lebih dari PPh 21 DTP tidak dapat ditarik kembali oleh pegawai sebab pemerintah telah menanggungnya untuk mendukung stimulus ekonomi.
Pengecualian untuk Sektor Pariwisata
Namun, ada pengecualian khusus untuk sektor pariwisata (PMK 72/2025). Jika terjadi kelebihan pembayaran, bagian kelebihan pemotongan pajak yang TIDAK ditanggung pemerintah DAPAT dikembalikan oleh pemberi kerja kepada pegawai tetap.
Contoh: Jika total PPh DTP yang dibayarkan Rp1.000.000 tetapi yang seharusnya terutang hanya Rp900.000, maka:
- Bagian yang ditanggung pemerintah: Rp700.000 (tidak bisa dikembalikan)
- Bagian kelebihan yang tidak DTP: Rp300.000 (bisa dikembalikan)
Untuk keperluan ini, pemberi kerja harus membuat kertas kerja penghitungan dan menyampaikannya melalui laman DJP serta membuat bukti pemotongan tambahan yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26.
Keuntungan bagi Pegawai dan Pengusaha
Insentif ini membawa manfaat yang nyata untuk kedua belah pihak:
Bagi Pegawai
- Gaji Lebih Besar: Menerima gaji penuh tanpa potongan pajak
- Daya Beli Meningkat: Uang lebih untuk kebutuhan sehari-hari
- Masa Sulit: Membantu menghadapi tekanan ekonomi global
- Fleksibilitas Bonus: Bonus dan THR tetap bisa diterima tanpa menggugurkan hak
Bagi Pengusaha
- Stabilitas Tenaga Kerja: Karyawan lebih betah karena gaji lebih besar
- Produktivitas: Karyawan yang sejahtera cenderung lebih produktif
- Sektor Pariwisata: Khususnya membantu pemulihan ekonomi pasca pandemi
Kewajiban Administratif yang Perlu Diperhatikan
Agar insentif ini berjalan lancar, ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi:
Bagi Pemberi Kerja
- Memastikan kode KLU perusahaan benar-benar tercatat di DJP
- Membuat bukti pemotongan untuk setiap pegawai yang mendapat insentif
- Membayarkan PPh 21 DTP secara tunai bersama gaji
- Melaporkan pemanfaatan insentif melalui SPT Masa PPh Pasal 21
- Menyimpan dokumentasi dengan rapi
Bagi Pegawai
- Memastikan NPWP dan NIK sudah terdaftar dan terintegrasi dengan DJP
- Menyimpan bukti potong yang diberikan
- Melaporkan penghasilan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi jika wajib
Ingat: Kelalaian dalam administrasi bisa berakibat gugurnya hak atas insentif ini.
Pertanyaan yang Sering Diajukan
Q: Apakah sektor retail dan perdagangan bisa mendapat insentif ini?
A: Tidak. Hingga saat ini, insentif ini hanya berlaku untuk lima sektor yang ditentukan: alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, kulit, dan pariwisata. Sektor lain seperti retail, perdagangan, atau manufaktur lainnya belum termasuk.
Q: Berapa maksimal insentif yang bisa diterima pegawai dalam setahun?
A: Tidak ada batasan maksimal insentif per pegawai. Besarnya insentif ditentukan berdasarkan perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang dari gaji pegawai.
Q: Bagaimana jika pegawai berganti pekerjaan di tengah tahun?
A: Insentif diberikan berdasarkan waktu bekerja di perusahaan penerima insentif. Jika pegawai berpindah ke perusahaan yang juga penerima insentif, dia tetap berhak mendapat insentif di perusahaan baru sesuai periode yang ditentukan.
Q: Apakah pegawai kontrak bisa mendapat insentif?
A: Ya, pegawai tidak tetap (kontrak) bisa mendapat insentif asalkan memenuhi kriteria yang ditentukan, termasuk batas penghasilan Rp500.000 per hari atau Rp10 juta per bulan.
Q: Bagaimana dengan pegawai yang tidak punya NPWP?
A: Pegawai harus memiliki NPWP atau NIK yang terintegrasi dengan sistem DJP untuk bisa menerima insentif. Pegawai yang belum memiliki NPWP sebaiknya segera mendaftarkan diri.
Kesimpulan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2025 tentang insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah merupakan wujud komitmen pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat sambil mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan memperluas insentif ini ke sektor pariwisata, pemerintah mengakui pentingnya peran sektor ini dalam pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi.
Bagi para pekerja di sektor yang ditentukan, insentif ini adalah kesempatan emas untuk meningkatkan penghasilan bersih. Bagi pengusaha, ini adalah momen untuk menjaga dan memotivasi tenaga kerja mereka.
Namun, untuk bisa memanfaatkan insentif ini sepenuhnya, pastikan semua persyaratan terpenuhi-dari kode KLU yang benar di DJP, NPWP pegawai yang aktif, hingga prosedur administratif yang tepat. Perhatian terhadap detail akan membuat perbedaan dalam kelancaran pelaksanaan insentif ini.
Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang insentif PPh Pasal 21 DTP berdasarkan PMK 72 Tahun 2025. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, pastikan untuk menghubungi konsultan pajak atau kantor pajak terdekat.